Jatuh hati, mungkin inilah dua kata yang mewakili apa yang dirasakan Diana saat memutuskan untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Gadis asal Timor Leste ini adalah seorang Guru Penggerak Daerah Terpencil di Kabupaten Mappi, Papua Selatan sejak tahun 2018.
Program Guru Penggerak merupakan inisiatif Bupati Mappi periode 2017-2022, Kristosimus Yohanes Agawemu, yang bekerja sama dengan Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (UGM).
Bupati Kristosimus mengontrak sekitar 500-an guru untuk Program Guru Penggerak selama dua tahun. Kontrak ini bisa diperpanjang jika para guru tersebut menginginkan dan Dinas Pendidikan Kabupaten Mappi menyetujui.
Gerak Hati Diana Cristiana Da Costa Ati
Pada mulanya, pemilik nama lengkap Diana Cristiana Da Costa Ati ini bertugas di Kampung Kaibusene, Distrik Haju. Setelah kontrak dua tahunnya berakhir pada 2020, setahun kemudian Diana memutuskan untuk kembali ke Mappi.
Dari Kampung Kaibusene, kali ini Bupati Kristosimus menempatkannya di Kampung Atti, Distrik Minyamur. Kampung Atti memiliki satu sekolah dasar negeri, yakni SDN Atti. Di sekolah ini, guru maupun kepala sekolah yang menetap di daerah lain tidak pernah datang. Hati Diana sungguh miris, terlebih ketika mendapati kenyataan pahit.
“Para siswa hingga kelas 6 pun belum bisa membaca,” ujarnya pada suatu ketika.
Hati Diana terpanggil untuk menjadi lebih berarti, bukan sekadar menuntaskan kewajiban sebagai guru. Di tempat ini, Diana fokus memberantas buta huruf. Ia juga mengajari para siswa dasar-dasar berhitung sambil sesekali menyisipkan pendidikan nasionalisme.
Diana tidak bekerja seorang diri. Ia dan dua orang kolega sesama guru penggerak di kampung itu, Fransiska Erlyansi Bere dan Oktofianus Halla. Mereka bertiga mesti berhati-hati lantaran di daerah tersebut banyak simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
“Seorang siswa kelas 6 pernah hendak menombak saya saat sedang mengajar karena tidak terima dimarahi,” kenang Diana. “Ia buang air kecil sembarangan di dalam kelas.”
Jika Diana tidak punya tekad kuat untuk melanjutkan misinya, mungkin saat itu ia segera memutuskan untuk kembali ke negara asalnya. Namun, pemikiran itu bukanlah miliknya. Ia berusaha memperbaiki situasi dan kembali mengabdi.
Melihat Lebih Dekat, Angka Buta Aksara di Indonesia
Dalam peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) tahun 2025 yang dirayakan dengan tema besar Promoting Literacy in the Digital Era, diketahui bahwa selama lima tahun terakhir, Indonesia berhasil menurunkan angka buta aksara hingga tinggal 0,92 persen.
Tepuk tangan memenuhi Kompleks Kemendikdasmen saat Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) menyampaikan kabar baik itu.
Meskipun sudah mencapai angka itu, masih ada tantangan untuk benar-benar menuntaskan buta aksara. Menurut Wamendikdasmen, masih terdapat kabupaten-kabupaten dengan angka buta aksara tinggi yang membutuhkan perhatian serius. Kampung Atti, Distrik Minyamur termasuk salah satu di antaranya.
Surut Berpantang Sebab Kendala Datang
Setelah kejadian beberapa waktu silam terselesaikan, Diana kembali mengalami kendala dalam upaya memberantas buta huruf di Kampung Atti, yakni sarana dan prasarana mengajar yang tidak memadai.
SDN Atti memiliki tiga ruang kelas dengan kondisi serba terbatas. Bahkan, para siswa duduk di lantai. Tidak cuma itu, sejak masa jabatan Bupati Kristosimus berakhir pada Maret 2022, para siswa tidak lagi mendapat pasokan buku, alat tulis, dan sarana- prasarana belajar-mengajar lainnya.
Sementara itu, siswa dan orang tuanya tidak mampu menyediakan alat tulis sendiri karena kebanyakan penduduk Kampung Atti tidak punya penghasilan. Mereka hanya memegang uang saat Bantuan Langsung Tunai dan Dana Desa cair.
Diana berinisiatif meminta donasi lewat media sosialnya agar kegiatan belajar-mengajar tetap berjalan. Donatur diminta untuk menyumbang barang seperti buku, alat tulis, dan pakaian layak pakai untuk para siswa. Bahkan, tidak jarang Diana menggunakan sebagian dari gajinya.
“Program Guru Penggerak memang sangat bergantung pada kontrak Pemerintah Kabupaten Mappi. Saat ini kontrak guru penggerak harus diperbarui setahun sekali. Pada masa Bupati Kristosimus, kontraknya per dua tahun sekali. Semenjak Kristosimus habis masa tugasnya, guru penggerak dan siswa di Kabupaten Mappi tidak lagi menjadi perhatian utama pemerintah,” jelas Diana, menerangkan situasi saat itu.
Meski upayanya tidak selalu mulus, gadis asal Atambua ini mengaku betah tinggal di pedalaman Papua.
“Hidup tidak semata-mata soal uang dan karier yang mentereng di kota besar. Namun, juga pengabdian bagi sesama,” pungkas Diana.
Pada 2023, Diana Cristiana Da Costa Ati berhasil menjadi salah seorang penerima apresiasi SATU Indonesia Awards Provinsi Papua bidang pendidikan dengan judul kegiatan Guru Penggerak Daerah Terpencil/GPDT.
Diana telah menunjukkan kepada kita bahwa penuntasan buta aksara adalah tanggung jawab bersama untuk mencapai Indonesia bebas buta aksara.
Satukan Gerak, Terus Berdampak, yakni semua pihak harus bergerak mengajak masyarakat melek baca dan sadar pentingnya literasi. Berbagai strategi kolaboratif yang melibatkan sekolah, lembaga pendidikan nonformal, komunitas literasi, hingga dunia usaha harus bahu-membahu untuk mengentaskan buta aksara dari republik tercinta. (*)
Sumber:
- E-Booklet 15th SIA 2024
- Indonesia.go.id. Angka Buta Aksara Turun Jadi 0,92 Persen, Pemerintah Genjot Program Literasi Nasional. https://indonesia.go.id/kategori/sosial-budaya/10024/angka-buta-aksara-turun-jadi-0-92-persen-pemerintah-genjot-program-literasi-nasional. Diakses pada 09 Oktober 2025.
- RRI.co.id. Angka Buta Aksara di Indonesia Tersisa 0,92 Persen. https://rri.co.id/nasional/1859500/angka-buta-aksara-di-indonesia-tersisa-0-92-persen. Diakses pada 09 Oktober 2025.
Posting Komentar